16 Agustus 2014

Menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia

Acara kegiatan agustusan
Jalan Sehat Agustusan 2014
Tepat tanggal 16 Agustus 2014, satu hari menjelang hari kemerdekaan yang ke-69, sekolah mengadakan acara jalan sehat sebagai rangkaian akhir dari memperingati dan menyambut datangnya hari kemerdekaan RI. Pukul 09.00 pagi acara sudah usai diakhiri dengan pembagian hadiah utama undian kupon "Jalan Sehat Merdeka" 2014.

Usai melaksanakan kegiatan, tiba-tiba ada seorang siswa masuk ke ruangan saya dengan membawa seorang temannya, "Pak, ini yang Bapak panggil." Saya heran. Saya tidak merasa memanggilnya.

Namun, rasa heran itu hilang saat temannya yang membawa anak itu memberi kode bahwa yang dibawa itu sedang berulang tahun. Maksud dari kode itu adalah untuk mengerjainya. Kebetulan siswa tersebut adalah ketua panitia acara Agustusan dan jalan sehat.

Karena melihat kode temannnya, saya langsung mengiyakan dan pura-pura memang butuh dia. Setelah berpikir sejenak, maka saya mendapat ide. Apakah ide itu?

Seketika terlintas dipikiran saya untuk menyalahkan dia tentang jalannya acara yang sudah dia pegang tanggung jawabnya. Karena baru saja selesai pembagian hadiah, maka saya mengambil kasus (rekaan) bahwa ada beberapa pemenang yang tidak mendapatkan haknya.

Tentu saya (berlagak) marah. Sebagai wakil kepala sekolah yang membidangi kesiswaan, dia paham bahwa saya adalah orang pantas memarahinya karena langsung berada di atasnya sebagai anggota OSIS.

Cukup lama saya mengomelinya, hingga saya sendiri tak tega melihat gadis bersemangat ini harus rapuh seketika saat diakhir tanggung jawabnya. Saat itu juga saya langsung meneriakinya, "selamat ulang tahun, ya! Semoga kamu makin baik, aktif dan menjadi anak yang cerdas karakter dan ilmunya bermanfaat."

Siswa itu pun keluar ruangan dengan senyum yang tadi sempat tertindih air mata di bola matanya untuk beberapa saat.

Dari kejadian singkat hari itu saya mendapat beberapa hal berharga dalam mengenali karakter anak didik, setidaknya berdasar literatur-literatur yang saya baca dan digabung dengan pemahaman pribadi. Berikut yang saya tangkap dari kejadian ini.

1. Miniatur Nasionalisme


Ini adalah istilah yang menunjuk pada bentuk kecil dan sederhana dalam mengahargai bangsa dan tanah air namun dilakukan dengan keikhlasan dan kesungguhan. Meskipun bentuknya kecil setidaknya itu adalah langkah awal untuk menanamkan pada peserta didik bahwa Indonesia itu merdeka dan kemerdekaan itu perlu dirayakan meskipun dengan sekecil apa pun.

Dalam sebuah buku berjudul Nasional.Is.Me karya Pandji Pragiwaksono, dikatakan bahwa bangga terhadap Indonesia tak melulu hanya disimbolkan dengan meneriakkan lagu Indonesia Raya. Lebih dari itu, muda-mudi Indonesia harus bisa bertaring dan bersaing lewat prestasi. Untuk menuju ke sana tentu perlu pembibitan yang dimulai dari nasionalisme itu sendiri agar ketika mereka berprestasi tidak angkat kaki dari Indonesia.

2. Pembunuhan Karakter


Ini berkaitan dengan adegan saya mengerjai anggota OSIS yang berulang tahun di atas. Ketika seorang guru menyalahkan seorang siswa, maka bisa dipastikan kondisi psikologis siswa akan down. Hal itu terlihat sekali dari ekspresi siswa tersebut saat dia saya omeli dan saya cari kesalahannya. Seolah-olah ada jawaban, 'sudah susah ngerjakan acara lomba dan kegiatan jalan sehat, eh malah disalahkan'. 

Saya yakin, seandainya kejadian di atas adalah kenyataan dan bukan dibuat-buat maka siswa tersebut tidak akan lagi bersedia untuk menangani kegiatan. Kenapa? Penghargaan tidak dia dapatkan. Justru sebaliknya yang diperolehnya. Sedangkan masa usia remaja penghargaan adalah sesuatu yang dipuja dan diperhatikan oleh mereka. 

Sebaliknya, guru seringkali mencari kesalahan dan men-judge dengan berbagai macam hal-hal yang meruntuhkan mental mereka. Ini yang saya sebut dengan membunuh mereka tidak dengan pisau atau senjata lain. Dan ini lebih berbahaya karena efeknya berakibat panjang namun tak langsung terlihat.

0 comments: