20 Juli 2014

Welcome to This Daily Note

Serba-serbi cerita pendidikan
Pendidikan Manusia
Selamat datang. Jika Anda membaca tulisan ini pertama kali berarti Anda adalah pembaca edisi pertama blog berisi cerita pendidikan ini. Jadi, selanjutnya dan semua tulisan dalam blog ini adalah murni berisi cerita atau kejadian yang saya alami sebagai tenaga pengajar.

Selain untuk menyalurkan hobi menulis, isi dari blog ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi dan bertukar cerita tentang masalah-masalah pendidikan sehari-hari. Semua tulisan saya usahakan kurang lebih sebanyak 500 kata saja sehingga porsinya bisa dikatakan cukup. Tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.

Mengawali cerita hari ini sebagai tulisan pertama, saya akan menceritakan tentang pelaksanaan pondok Ramadhan di sekolah tempat saya mengajar. Ya, karena kebetulan saya menulis cerita ini bertepatan dengan 1435 H. 

Zakat fitrah siang itu menumpuk beberapa plastik kresek di depan ruang guru. Saya bersama rekan mengatur dan menatanya untuk disalurkan kepada yang berhak. Maka, dibuatlah kesepakatan bahwa pihak pertama yang berhak menerima terlebih dahulu adalah orang-orang di sekitar sekolah.

Kami pun bergegas mencari data ke ketua RT setempat tentang orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah tersebut. Setelah data diperoleh, dengan bantuan anak-anak OSIS saya serahkan sebagian beras zakat itu kepada ketua RT-nya untuk kemudian diserahkan kepada warga di bawah kewenangannya.

Namun, sebagai penyalur zakat ada saja cobaan kecil saat saya sedang sibuk-sibuknya mengurusi penyalurannya. Ada beberapa rekan pengajar yang seolah iri menyeletuk. Mereka menanyakan apakah para guru tidak ada bagian sebagai penerima. Sebagai panitia saya kaget sekaligus bingung.

Kaget karena mereka masih mengharapkan jatah beras yang tidak "seberapa" dibanding mereka yang lebih membutuhkan. Tidakkah mereka punya hati nurani bahwa zakat ini ada yang lebih berhak? Untuk apa mereka ikut-ikutan meminta. Padahal mereka seharusnya menjadi penyantun. Saya pun berpikir, kaya dan miskin itu sepertinya urusan mental, bukan urusan punya tidaknya harta.

Saya bingung karena saya tidak tahu apakah benar mereka pantas menerimanya. Bagaimana jika nanti kesannya seolah-seolah sekolah menjadi kedok untuk menampung beras yang berasal dari siswa tersebut. Saya tidak ingin hanya karena urusan perut maka lembaga yang harus dipertaruhkan. Memang, terkadan urusan leher ke bawah sering kali mengalahkan jernihnya urusan leher ke atas. Tak terkecuali tenaga pengajar sekali pun yang notabene berpendidikan.

Ramadhan yang sarat dengan cobaan memang harus dihadapi dengan sabar. Saya pun yakin anda mengalami hal-hal yang dialami sehari-hari yang kadang membuat hati terenyuh dan mengelus dada. Apakah pengalaman anda itu?




0 comments: