22 Mei 2023

JNE dan Pesantren Bersinergi, Mungkinkah?

Beberapa tahun lalu, tepatnya sebelum pandemi, sebagai alumni sebuah pesantren di pelosok Jawa Timur penulis beberapa kali dimintai bantuan rekan-rekan yang masih berkhidmat dan mengabdi di sana untuk proses pengadaan sarana sumber belajar santri seperti buku, kitab-kitab klasik, dan sumber bacaan lain untuk para santri.

 

Jumlah santri tempat penulis nyantri memang tergolong besar karena secara keseluruhan mencapai ribuan. Jadi, sekali pengadaan jumlahnya mencapai ribuan eksemplar. Karena volume dan jumlah yang besar beberapa kali penulis harus mencari layanan ekspedisi pengiriman yang bisa memfasilitasinya. Itupun dengan pertimbangan efisiensi biaya.

 


Dan, voila! Layanan JNE Trucking menyediakan. Layanan pengiriman barang jumbo tersebut memang memungkinkan dan dikhususkan untuk pengiriman barang dengan volume dan jumlah besar yang tidak di-cover oleh pengiriman reguler, karena akan membengkak di biaya pengiriman.

 

Dari aktivitas tersebut penulis terpikir gagasan terbalik dalam mengikuti #jnecontentcompetition2023 kali ini. Maksudnya, jika selama ini pesantren tersebut menggunakan ekspedisi sebagai perantara mengantar kebutuhan logistik ke dalam pesantren, kenapa tidak pesantren yang menjadi mitra kerjasama dengan logistik untuk mengantarkan produk-produk yang dihasilkan di dalam pesantren untuk kemudian dikirim kepada konsumen.

 

Berangkat dari gagasan sederhana tersebut penulis kemudian mengorek kemungkinan-kemungkinan, potensi maupun peluang ke depan dan apa saja yang bisa dimainkan. Ternyata, pemerintah daerah sudah menggalakkan program yang mendorong pesantren untuk ikut terlibat dalam ekonomi nasional lewat OPOP (One Pesantren One Product).

 

Di Jawa Barat pernah dihelat sebuah ajang pameran produk pesantren bertajuk “Temu Bisnis dan Pameran OPOP 2022”. Nilai transaksinya pun terbilang raksasa: Rp 42, 1 miliar! Produk made in pesantren di Jawa Barat tersebut juga laris manis di ajang balapan kuda besi MotoGP, sirkuit Mandalika, NTB.

 

Di Jawa Timur juga tidak ketinggalan. Program OPOP bahkan telah menelurkan sebanyak 350 produk khas pesantren. Misalnya pesantren Qomaruddin, Gresik, yang menghasilkan produk songkok, beras dan kue sorgum dari pesantren Fathul Ulum, Jombang, dan tas batok kelapa yang dihasilkan pesantren Mambaul Hisan, Blitar.

 

Gubernur Khofifah Indar Parawansa lewat Dinas Koperasi dan UMKM menyatakan akan terus mendorong satu pesantren satu produk agar mampu menjadi pemain ekspor produk-produk buatan santri; dari yang selama ini masih menjadi importir. Ya, Indonesia masih menjadi importir produk-produk halal terbesar dunia.

 

Dari segi jumlah ternyata pesantren di Indonesia besar juga. Menurut data Kementerian Agama mencapai 36 ribu pesantren, baik besar maupun kecil. Jumlah itu tersebar di 34 provinsi. Belum lagi jumlah santri yang mencapai 3,4 juta. Jumlah tersebut akan bertambah besar bila ditambah wali santri dimana sebagian diantaranya memiliki usaha di level UMKM. Kalau begitu bukankah pesantren adalah pangsa pasar segmented dan seksi?

 

Di era ekonomi abad digital sektor logistik tidak bisa dipungkiri adalah tulang punggung bagi perpindahan barang. Pertukaran informasi yang terjadi begitu cepat akan lumpuh ketika tidak ditunjang oleh sistem perlogistikan yang mumpuni. Sektor logistik juga terbukti terus tumbuh justru di masa pandemi dan pasca pandemi. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut pertumbuhan sektor ini konsisten terjadi berurutan sejak kuartal I (15,79) kuartal II (21, 27) dan kuartal III (25, 82) di tahun 2022.

 

Peluangnya pun masih sangat cerah ke depan. Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memprediksi peluang pertumbuhan tersebut berkisar 5-8 persen di tahun 2023. Pertumbuhan tersebut diprediksi karena peluang yang belum sepenuhnya tergarap seperti ekonomi digital dan sektor UMKM.

 

One million dollar question-nya adalah apa yang bisa disinergikan antara JNE dengan pesantren sehingga tercipta #ConnectingHappiness? Dengan pengalaman #JNE32Tahun di sektor logistik terkemuka tentu bukan hal baru bagi JNE dalam menangani arus logistik pelosok. Apalagi didukung dengan delapan ribu jaringan di seluruh tanah air.

 

Maka, untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis melihat terdapat tiga sektor berikut. Ketiganya diambil berdasarkan pola persebaran pesantren yang cenderung berada di pedesaan atau wilayah pelosok. Di mana secara geografis produk yang dihasilkan adalah produk turunan dari sektor pertanian/perkebunan, perikanan, dan peternakan.

 

Pertanian/perkebunan

Sektor ini dihasilkan oleh pesantren yang secara geografis berada di pedesaan dengan demografi profesi masyarakatnya adalah petani. Bentuk produk yang dihasilkan  berupa produk hasil olahan maupun bahan mentah, seperti rempah-rempah, sayur-mayur, buah-buahan, biji-bijian dan umbi-umbian. Produk hasil olahan berupa makanan siap santap dalam kemasan, seperti keripik, kacang bawang, dan olahan buah.

 

Peternakan

Produk dari sektor peternakan cenderung pada makanan atau minuman siap saji. Hasil olahan dari ternak kambing etawa, misalnya, adalah susu kambing yang dikemas dalam botol-botol berbagai ukuran. Selain itu, ada pula produk abon ayam kampung yang dihasilkan sebuah pesantren di Pangkep, Sulsel. Pesantren tersebut memanfaatkan peternakan yang memang dimiliki pondok sebagai unit usaha.

 

Perikanan

Produk sektor perikanan dihasilkan oleh pesantren yang relatif dekat dengan laut. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan pesantren yang tidak berdekatan dengan sentra ikan atau pesisir memiliki tambak sebagai unit usaha. Seperti yang dihasilkan sebuah pesantren di Lamongan, Jawa Timur, yang mengolah kerupuk lobster sebagai produk UMKM.

 

Ketiga sektor di atas hanyalah sebagian diantara sekian banyak produk-produk buatan para santri yang memiliki nilai keekonomian sangat besar. Dunia usaha dan pemerintah juga saling bergandengan tangan dalam upaya recovery perekonomian nasional pasca pandemi. Program OPOP adalah sebagian dari sekian banyak ikhtiar itu. Tentu saja hal itu akan bergerak maju apabila ditopang oleh ekosistem logistik #JNEBangkitBersama yang terbangun berdasarkan semangat simbiosis mutualisme yang berkesinambungan. Pilihannya kemudian adalah bangkit atau terbujur sakit. Sekian.

0 comments: