21 September 2014

Di mana Sistem Pendidikan Terbaik Dunia? (1)

Tak ada salahnya kita mengintip sejenak model pendidikan di Finlandia. Saya mencoba merangkum informasi yang diperoleh dari hasil video conference dengan Dewan Guru di Finlandia pada Januari hingga Mei 2008.


Di Finlandia, anggaran pendidikan mendapat prioritas utama, meskipun bukan yang tertinggi di antara negara-negara Eropa lainnya. Pada 2003, anggaran pendidikan Finlandia mencapai €5,9 miliar (€1.100 per kapita). Leo Pahkin, Konselor Pendidikan dari Badan Pendidikan Nasional Finlandia, terus memacu mutu pendidikan di Finlandia yang dia pandang sebagai aset kemajuan suatu bangsa. “Kami menanam investasi yang besar di bidang pendidikan dan pelatihan agar bisa mencetak tenaga ahli dan terampil yang kelak menghasilkan inovasi,” ujarnya.
Kegiatan sekolah di Finlandia rata-rata hanya 30 jam per minggu, berarti hanya 6 jam per hari. Pelajar akan masuk sekolah pukul 08.00 dan pulang pukul 13.00. Artinya, di sana berlaku sekolah non-asrama, bukanlah full-day school. Ternyata, jumlah waktu untuk bertemu keluarga di rumah menjadi prioritas yang paling penting. Di Finlandia, interaksi keluarga dianggap sebagai proses belajar penting yang tidak akan dijumpai di sekolah. Bayangkan!

Tidaklah mudah menjadi guru di Finlandia. Untuk dapat kuliah di jurusan kependidikan saja, seseorang harus bersaing sangat ketat. Fakultas Pendidikan dikatakan sebagai fakultas paling bergengsi dibandingkan dengan fakultas lainnya. Rata-rata dari 7 orang peminat, hanya 1 orang yang akan diterima di fakultas pendidikan. Tak heran, fakultas tersebut begitu diminati karena gaji guru di sana rata-rata mencapai $2.311 per bulan. Negara dan rakyat Finlandia menempatkan guru sebagai profesi terhormat dan mereka yang menyandang profesi itu pun merasa mendapat sebuah prestise dan kebanggan tersendiri. (sampai di sini saya ingat sebuah guyonan klasik di negara kita, “Jangan cari menantu seorang guru untuk anak perempuan kita, biasanya hidupnya akan susah! Gajinya kecil dan perlu waktu sangat lama untuk bisa sukses, bahkan profesi guru itu dianggap tidak punya jenjang karir. Kasihan nanti anak perempuan kita.” Pasti guyonan itu tidak berlaku di Finlandia.)

Guru-guru di Finlandia dibebaskan menyusun kurikulum dan silabus sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan kreatif mereka merancang buku teks yang aplikatif. Hampir semua guru menjadi penulis, minimal menulis buku pelajaran yang mereka gunakan di kelas. Mereka juga menggunakan strategi belajar mengajar yang beragam dengan memperhatikan multiple intelligences (kecerdasan majemuk) semua siswa. Guru juga menentukan model evaluasi dan penilaian aktifitas belajar mengajar. Dan akhirnya, gurulah yang menjadi penilai terbaik para siswanya. Dampak dari otonomi guru tersebut menjadikan guru-guru Finlandia sangat bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan para siswanya. Bahkan, motto guru di Finlandia, “kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya.”

Kewibawaan guru begitu tinggi di mata para siswanya. Mereka sangat menghindari memberi kritik terhadap pekerjaan siswa, tetapi mereka mengajak para siswa untuk membandingkan dengan nilai sebelumnya yang pernah diraih (konsep ipsative). Para guru menghindari memvonis siswa dengan mengatakan “Kamu salah!”, karena mereka menganggap sebagai hal biasa jika siswa melakukan kesalahan, termasuk dalam mengerjakan soal-soal.

Proses belajar mengajar berjalan dua arah. Suasana boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel dan menyenangkan. Dan, efektif. Siswa di sana juga diarahkan mampu mengevaluasi secara mandiri hasil belajar masing-masing. Hal itu diterapkan sejak dini/pra-TK. Mereka didorong bekerja secara individu, tak peduli apa pun hasilnya. “Ini akan membantu siswa untuk belajar bertanggung jawab atas pekerjaan mereka sendiri,” kata Sundstrom, seorang kepala sekolah dasar di Poikkilaakso, Finlandia.

To be continued ...

0 comments: