26 Februari 2019

Satu Penyebab Kasus Pencurian Motor Marak


Curanmor marak, apa kabar kepolisian? 


Pencurian motor dengan pemberatan (curat) maupun begal motor selalu saja terjadi. Para pelaku seolah mengolok-olok polisi meskipun sudah banyak dari komplotan mereka dijebloskan ke penjara.

Satu catatan penting yang tidak bisa diabaikan adalah peran para penadah hasil kejahatan curanmor. Selama ini mereka seperti merdeka dan tertawa menggunakan motor hasil transaksi dengan pelaku curanmor. Mereka seperti tidak tersentuh oleh pihak kepolisian. Kalaupun ada, tidak sebanyak penangkapan para pelaku. 

Peran penadah dan pelaku saling melengkapi sehingga menjadi akar masalah dalam meningkatnya jumlah kasus curanmor. Keberadaan penadah menjadi muara dalam bisnis jual-beli kendaraan ilegal. Secara logika sederhana, jika mereka dibasmi maka pelaku curanmor akan kesulitan menjual hasil kejahatan jika tidak ada pihak yang siap menampung hasil kejahatan mereka.

Disayangkan sekali kalau polisi berhenti melakukan pengembangan kasus hanya sampai pelaku dan komplotannya. Padahal, ketika penadah bebas berkeliaran menggunakan kendaraan hasil kejahatan sama dengan membiarkan (calon) pelaku kejahatan curanmor memiliki pangsa pasar. 

Pelaku akan selalu merasa ada orang yang mau menukar uang dengan hasil kejahatannya. Kata bang napi, kejahatan bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi juga karena adanya kesempatan. Dan kesempatan itu berwujud para penadah hasil kejahatan.

Dalam upaya memburu penadah hasil curanmor kepolisian memiliki beberapa perangkat dan kekuatan. Pertama, peran polsek. Selama ini polsek kurang terdengar adanya upaya merazia ke rumah-rumah penduduk mengenai legalitas kendaraan yang mereka pakai. Peran perangkat desa mulai kades dan kasun dapat dimanfaatkan untuk menjadi cucuk lampah dan kerjasama lintas sektor. 

Mengapa polsek? 

Sebab sebagian besar kendaraan ilegal beroperasi di wilayah-wilayah kecamatan dan pedesaan yang masuk wilayah hukum polsek. Selain untuk bersembunyi dari hukum, kendaraan hasil pencurian juga dijual dengan harga jauh dari seharusnya. Seharusnya, ini dijadikan peluang kepolisian untuk memperoleh prestasi kinerja dengan memaksimalkan dan menggerakkan polsek sebagai ujung tombak dalam penanggulangan kejahatan curanmor.

Kedua, menggalakkan operasi lantas di tingkat desa dan kecamatan. Hal ini untuk mempersempit ruang gerak pengguna atau pelaku kejahatan curanmor. Pengecekan juga dilakukan untuk memastikan bahwa kendaraan yang terkena razia adalah legal.

Ketiga, bersama tim gabungan polres dan polsek korlantas bersama reskrim mengadakan operasi ke desa dan kecamatan dengan menggandeng perangkat desa sebagai partner dalam menjaring pendataan. Di pedesaan banyak terlihat kendaraan yang sudah lewat masa berlakunya namun tetap bisa beroperasi layaknya kendaraan legal. 

Keempat, memanfaatkan era digital dengan menyebar daftar nama dan foto buronan melalui media sosial, website resmi kepolisian dan aplikasi-aplikasi pesan instan. Peran ini bisa dimaksimalkan oleh divisi Cyber Crime agar lebih bertaji. Untuk menambah dampaknya bisa dengan cara sayembara dengan sejumlah imbalan. Mirip sayembara oleh Amerika Serikat dalam memburu kepala seorang Osama Bin Laden yang dihargai sekian juta dolar. 

Masyarakat, terutama kalangan milenial akan melihat kepedulian kepolisian itu sebagai upaya menjamin keamanan masyarakat. Imbal baliknya, generasi milenial akan membantu jika melihat buron karena mereka juga bagian dari masyarakat yang ikut merasakan keresahan dari ulah kejahatan.Dengan upaya di atas diharapkan ruang gerak curanmor lebih sempit. Kepolisian juga akan meraih prestasi dan hati masyarakat akan mengakui bahwa polisi memang pengayom dan penjamin keamanan. Pertanyaan selanjutnya, mau atau tidak? Sekian. 

0 comments: