21 Desember 2014

Hutang Revolusi Mental Anies Baswedan (bag. 2)



Semasa kecil hingga remaja Anies kenyang oleh kegiatan-kegitan positif yang menggembleng mental dan pemikirannya. Konon, saat berseragam putih biru dia masuk di ektsrakurikuler yang disebut Peleton Inti, yang biasa disingkat Tonti. Keaktifannya di Tonti didasari oleh masa kecilnya yang terkagum-kagum waktu duduk di atas pundak sang ayah melihat barisan pemain drum band di Jalan Malioboro, Jogjakarta. Barisannya keren, menurutnya. Kelak, masuklah dia di ekskul tersebut. Bagaimana prestasi akademiknya?

Prestasi akademiknya sebenarnya tidak moncer-moncer amat. Bahkan, dia tidak pernah ranking satu. Orang tuanya memang tidak memaksakannya. Namun, prestasi di luar akademik jangan ditanya. Dia bahkan pernah menjadi ketua OSIS se-Indonesia semasa masih berseragam putih abu-abu. Ini karena karakter kepemimpinan dan integritasnya sangat kuat di mata rekan-rekan dan para panitia saat itu (hal. 88)

Kebiasaan tidak bisa diam ini juga dia lanjutkan semasa duduk di bangku kuliah. Beradu badan dengan aparat, ditangkap karena dianggap terlalu vokal, hingga memimpin gerakan mahasiswa menjadi kesibukan langganan pada masa-masa membangun idealismenya. Apakah Anies semasa kuliah kerjaannya hanya berteriak di jalanan? Tunggu dulu. Tulisannya pun pernah nongol di jurnal-jurnal internasional. Menjadi pembicara di forum-forum internasional pula. Dia pun pernah mengadakan penelitian dan menjadi pembela para petani cengkeh saat mereka digencet pada era pemerintahan Soeharto. Guyuran beasiswa bersekolah ke negeri Paman Sam pun pernah dirasakannya, semisal beasiswa Fullbright sehingga mengantarkannya menempuh studi di University Maryland dan  Northern Illinois University (hal. 159).

Penulis buku ini memang piawai memotret angel Anies sebagai sosok yang tangguh, berintegritas, dan cinta damai. Alur kehidupan Anies diramu melalui kalimat-kalimat naratif yang mengagumkan. Sampai-sampai mendekati cerita rekaan. Mungkin, karena isi buku ini memang cerita seseorang. Misalnya, ketika disuguhi masa kecil Anies, saya seolah ditarik ke belakang mengenal masa kanak-kanak Anies. Dan bila berhenti sejenak dan mengingat bahwa sampai sekarang orangnya masih hidup dan sedang menjadi seorang menteri, baru terasa membaca biografi seseorang. Jadi, sadar ini nyata dan fakta. Namun, bila menikmati polesan bahasa yang nikmat dan alur yang maju mundur (dilarang mikir jorok, hehe) bak gerakan orang sedang menggergaji, saya seperti membaca sebuah novel. Menggunakan teknik penulisan jurnalisme sastrawi, membaca buku ini seperti dipermainkan di dua dunia: novel dan fakta. Saya sendiri merasa keluar-masuk di dua dunia tersebut.

Buku biografi ini menemukan momentumnya karena subjek yang ditulis masih hidup. Mirip dengan buku biografi lainnya, semisal tentang kisah Dahlan Iskan sang raja media dan mantan menteri yang ‘nyeleneh bin unik’, Chairul Tanjung sang miliyarder pemilik Trans Corp. dan raksasa ritel asal perancis Carrefour, yang pernah menjabat Menko Perekonomian di era pemerintahan SBY. Bedanya, buku ini penyajiannya khas novel dan sangat menghibur. Anda akan dibawa masuk ke dalam aliran cerita lewat ekspresi decak kagum, senyum kecil bahkan mungkin tertawa kecil. Dan Anies Baswedan saat ini dari kursi jabatan yang didudukinya sedang bertutur pada Indonesia bahwa akan ‘Melunasi Janji Kemerdekaan’ melalui ‘revolusi mental’ yang dicanangkan oleh sang presiden. Salam tanpa jari (buntung dong, hehe).

Oya, kalau berminat membelinya silakan komen dulu. Saya sediakan dengan senang hati asal masih di Indonesia. Ini pin, 51B42149. Ini nope plus WhatsApp, 081 7038 673 78. Tidak membeli dari saya tidak apa-apa, tapi lewat rekening saya saja. hehe. Nanti saya bagikan norek. lewat PM. Oke?
Ditunggu komentarnya ya. Salam!

0 comments: