21 Desember 2014

Hutang Revolusi Mental Anies Baswedan (bag. 1)



Rambutnya keriting, perawakannya tinggi besar, hidungnya mancung khas peranakan arab. Pembawaannya murah senyum. 

Suatu hari, bocah ini merengek minta sekolah kepada ibunya karena sering melihat anak-anak yang berangkat sekolah yang melintas di depan rumahnya. Sang ibu bimbang. Anak itu belum cukup umur. Sebagai dosen ia tahu pentingnya pendidikan, namun ia tak ingin anaknya tercerabut dari dunia permainan. Ia mendiskusikannya dengan sang suami. Berkonsultasi ke psikolog juga dilakukan. Keputusannya, dia sekolah. “Tapi kalau mau saja. Kalau sedang tidak mau jangan dipaksa.” Kata si psikolog (hal. 10).

Kelak, anak kecil yang telah membuat bimbang orang tuanya dan selalu dahaga akan pengetahuan ini membuat geger dunia pendidikan di seantero nusantara. Kiprahnya membuat dunia pendidikan pompa jantung. Ada yang tersenyum optimis. Ada yang sinis. Ada yang menghujat. Tak sedikit yang mencibir. Banyak pula yang mengkritik. Anda tahu kenapa? Semua itu karena dia menelurkan sebuah keputusan yang saat ini sedang hangat diperbincangkan. Sebuah keputusan yang mengundang kontroversi, diskusi, polemik dan tarik ulur pendapat, yakni keputusan soal penghentian (sementara) Kurikulum 2013. Siapa gerangan pria ini?

Dialah Anies Baswedan, seorang menteri pendidikan yang memiliki slogan tenar “mendidik adalah tanggung jawab kaum terdidik”. Bernama lengkap Anies Rasyid Baswedan, dia terlahir di Jogjakarta dari lingkungan keluarga berpendidikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. Ayahnya, Rasyid Baswedan, adalah dekan Fakultas Ekonomi UGM pada era pemerintahan Soeharto. Ibunya, perempuan tangguh yang menjadi teman curhatnya, adalah dosen pada almamater yang sama. 

Anies semasa sebelum menjabat menteri pendidikan mampu menyedot perhatian sarjana-sarjana muda Indonesia yang berprestasi untuk ikut menyingsingkan lengan baju, mengurai benang kusut pendidikan, mengusap air mata, mengelus kepala dan membangun mimpi anak-anak SD di pelosok-pelosok nusantara melaui misi mengajar selama satu tahun. Prinsipnya, “stop cursing the darkness, let’s light candle more and more.” Dari pada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin sebanyak mungkin. Maka, lahirlah gagasan Gerakan Indonesia Mengajar (GIM). Belum cukup GIM, dia menggagas ‘Kelas Inspirasi’, yakni gerakan mengajar satu hari bagi para profesional yang sudah sukses menduduki peran dan jabatan penting di bidangnya untuk ikut turun tangan menyemai mimpi anak-anak Indonesia di ruang kubus yang bernama kelas.

Di samping gerakan yang digagasnya ini, Anies pun memperoleh penghargaan-penghargaan berkelas dunia. Tahun 2008 dia diganjar penghargaan oleh Foreign Policy, sebuah majalah yang memeringkat orang-orang berpengaruh sebagai satu dari 100 tokoh intelektual dunia atas pemikiran-pemikirannya yang memukau dan gerakan-gerakannya yang mengundang decak kagum. Dia satu-satunya dari Indonesia, bahkan Asia. Sepasang tahun berikutnya, tepatnya tahun 2010 dia kembali diimbali penghargaan bernama Nakasone Yasuhiro, Jepang. Di tahun yang sama dia juga dinobatkan sebagai satu dari 500 muslim berpengaruh se-dunia oleh Royal Islamic Strategic Center, Yordania.

Deretan-deretan prestasi gemilangnya yang mengular membuat presiden Joko Widodo meliriknya dan mempercayakan kursi Menteri Pendidikan di tubuh Kabinet Indonesia Hebat (KIH) saat ini. Dia termasuk dari kalangan profesional, bukan politikus. Banyak yang bertanya-tanya. Siapa sebenarnya sosok muda ini? Bagaimana latar belakang dan kisah hidup masa kecil pria yang pernah dinobatkan sebagai rektor termuda (38 tahun) saat memimpin Universitas Paramadina Jakarta, ini? Sepertti apa model pendidikannya oleh orang tuanya? Buku biografi ‘Melunasi Janji Kemerdekaan’ menjadi jawaban tepat. Diakui Anies, banyak penulis-penulis yang ingin menulis kisah hidupnya. Namun, buku ini yang dia terima saat diajukan. Ketika penulisnya, Muhammad Husnil, menanyakan alasannya sang menteri menjawab singkat, “Karena temanya pendidikan.” Jawabnya. Ya. Sesederhana itu. 

“Mengubah manusia Indonesia itu sesungguhnya mengubah Indonesia”, tambahnya. “Dan itu bisa dilakukan melalui pendidikan,” kalau ini kata saya. tapi tul kan, Mas Menteri? hehe. (note: Anies Baswedan di lingkungan Kemendikbud sering dipanggil begitu).

0 comments: