Semasa kecil hingga remaja Anies
kenyang oleh kegiatan-kegitan positif yang menggembleng mental dan pemikirannya.
Konon, saat berseragam putih biru dia masuk di ektsrakurikuler yang disebut Peleton
Inti, yang biasa disingkat Tonti. Keaktifannya di Tonti didasari oleh masa
kecilnya yang terkagum-kagum waktu duduk di atas pundak sang ayah melihat
barisan pemain drum band di Jalan
Malioboro, Jogjakarta. Barisannya keren, menurutnya. Kelak, masuklah dia di
ekskul tersebut. Bagaimana prestasi akademiknya?
Prestasi akademiknya sebenarnya
tidak moncer-moncer amat. Bahkan, dia tidak pernah ranking satu. Orang tuanya
memang tidak memaksakannya. Namun, prestasi di luar akademik jangan ditanya. Dia
bahkan pernah menjadi ketua OSIS se-Indonesia semasa masih berseragam putih abu-abu.
Ini karena karakter kepemimpinan dan integritasnya sangat kuat di mata
rekan-rekan dan para panitia saat itu (hal. 88)
Kebiasaan tidak bisa diam ini
juga dia lanjutkan semasa duduk di bangku kuliah. Beradu badan dengan aparat,
ditangkap karena dianggap terlalu vokal, hingga memimpin gerakan mahasiswa
menjadi kesibukan langganan pada masa-masa membangun idealismenya. Apakah Anies
semasa kuliah kerjaannya hanya berteriak di jalanan? Tunggu dulu. Tulisannya pun
pernah nongol di jurnal-jurnal internasional. Menjadi pembicara di forum-forum
internasional pula. Dia pun pernah mengadakan penelitian dan menjadi pembela
para petani cengkeh saat mereka digencet pada era pemerintahan Soeharto. Guyuran
beasiswa bersekolah ke negeri Paman Sam pun pernah dirasakannya, semisal beasiswa
Fullbright sehingga mengantarkannya menempuh studi di University Maryland dan Northern Illinois University (hal. 159).
Penulis buku ini memang piawai
memotret angel Anies sebagai sosok yang tangguh, berintegritas, dan cinta damai.
Alur kehidupan Anies diramu melalui kalimat-kalimat naratif yang mengagumkan. Sampai-sampai
mendekati cerita rekaan. Mungkin, karena isi buku ini memang cerita seseorang. Misalnya,
ketika disuguhi masa kecil Anies, saya seolah ditarik ke belakang mengenal masa
kanak-kanak Anies. Dan bila berhenti sejenak dan mengingat bahwa sampai
sekarang orangnya masih hidup dan sedang menjadi seorang menteri, baru terasa
membaca biografi seseorang. Jadi, sadar ini nyata dan fakta. Namun, bila
menikmati polesan bahasa yang nikmat dan alur yang maju mundur (dilarang mikir
jorok, hehe) bak gerakan orang sedang menggergaji, saya seperti membaca sebuah
novel. Menggunakan teknik penulisan jurnalisme sastrawi, membaca buku ini seperti
dipermainkan di dua dunia: novel dan fakta. Saya sendiri merasa keluar-masuk di
dua dunia tersebut.
Buku biografi ini menemukan
momentumnya karena subjek yang ditulis masih hidup. Mirip dengan buku biografi
lainnya, semisal tentang kisah Dahlan Iskan sang raja media dan mantan menteri yang
‘nyeleneh bin unik’, Chairul Tanjung sang miliyarder pemilik Trans Corp. dan raksasa
ritel asal perancis Carrefour, yang pernah menjabat Menko Perekonomian di era
pemerintahan SBY. Bedanya, buku ini penyajiannya khas novel dan sangat
menghibur. Anda akan dibawa masuk ke dalam aliran cerita lewat ekspresi decak
kagum, senyum kecil bahkan mungkin tertawa kecil. Dan Anies Baswedan saat ini dari
kursi jabatan yang didudukinya sedang bertutur pada Indonesia bahwa akan ‘Melunasi
Janji Kemerdekaan’ melalui ‘revolusi mental’ yang dicanangkan oleh sang
presiden. Salam tanpa jari (buntung dong, hehe).
Oya, kalau berminat membelinya silakan
komen dulu. Saya sediakan dengan senang hati asal masih di Indonesia. Ini pin,
51B42149. Ini nope plus WhatsApp, 081 7038 673 78. Tidak membeli dari saya tidak
apa-apa, tapi lewat rekening saya saja. hehe. Nanti saya bagikan norek. lewat
PM. Oke?
Ditunggu komentarnya ya. Salam!
0 comments:
Posting Komentar