Mendengar kata desa maka bayangan saya terpampang hamparan pematang sawah yang hijau dan gundukan pegunungan yang biru. Senyum warganya yang tulus dan saling tegur sapa satu sama lain. Sebagai orang yang lahir dan besar di desa tentu saja itu adalah kenikmatan. Anugerah yang tak terperikan.
*
Bergeser ke sisi lain desa maka ia adalah penyangga kehidupan kota. Dari peluh para petani orang kota bisa menggigit manisnya apel. Menyesap segarnya air kelapa muda dan mengunyah serat-serat pisang. Tancapkan balok kayu di desa maka ia akan tumbuh dengan sendirinya. Begitu kalimat untuk menggambarkan betapa negeri ini adalah tanah subur sehingga menyandang gelar negara agraris. Gemah ripah loh jinawi.
*
Sejatinya, program pendanaan desa dari pemerintah adalah inisiatif untuk membangun Indonesia dari bawah. Dari desa maka pemberdayaan ekonomi bisa dilakukan. Lihat saja, apa yang tidak ada di desa. Segala macam kebutuhan makanan tersedia. Mulai dari buah-buahan sampai umbi-umbian tersedia. Tentu saja hal itu akan memutar roda perekonomian desa jika berjalan dengan baik.
*
BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) seperti yang digagas Banyuwangi adalah satu contoh dari betapa berdayanya desa. Sang bupati paham bahwa potensi desa harus digerakkan. Di belahan lain, Bojonegoro punya program "menjual desa" melalui media digital. Adalah anak-anak muda di sana yang berperan aktif dalam mensosialisasikan peran teknologi digital untuk mengangkat martabat desa. Baik potensi wisata, kekhasan budaya maupun keunggulan hasil panen warganya. Mereka mengajarkan warga desa untuk ikut melek internet melalui blog dan website.
*
Dari dua inisiatif tersebut sebenarnya desa bisa lebih digdaya. Lebih-lebih, dunia saat ini seperti dilipat. Seorang pengrajin sapu di Temanggung, Jawa Tengah bisa menembus pasar Eropa. Sang empunya juga bisa mempekerjakan warga sekitar dan tetangganya. Teknologi internet mampu memotong rantai distribusi kebutuhan rumah tangga sehingga membuat sebagian pengusaha kalang kabut dan mematahkan teori rantai distribusi di pelajaran ekonomi semasa SMA.
*
Melalui BUMDes pula regulator perangkat desa bisa mengambil inisiatif dan kebijakan-kebijakan ekonomi untuk mendukung berkembangnya desa. Ambil contoh, sebuah desa komoditi utama yang dihasilkan adalah pisang. Maka melalui BUMDes, perangkat desa bisa bersinergi untuk saling suplai kebutuhan dengan desa lain yang tidak terlalu berpotensi di pengolahan pisang. Jawa Timur sudah sejak lama melakukan sinergi silang demikan dengan provinsi lain. Apakah bisa dilanjutkan? Tentu saja.
*
Kasus pengemplangan dana desa oleh oknum tak bertanggung jawab yang diberitakan media beberapa hari yang lalu memang menyentak banyak orang. Tapi hal demikian justru menjadi alarm dini untuk lebih berhati-hati dan serius dalam mengelola dana desa. Jangan sampai ia mubazir hanya untuk melayani keserakahan perut tak berkesudahan.
*
Agar dana besar bermilyaran tersebut benar-benar bermanfaat untuk desa maka penyalurannya bisa diarahkan ke infrastruktur jalan, irigasi (pengairan), pembangunan pusat belajar desa, BUMDes, dan sebagainya. Dengan demikian, pertumbuhan dari desa bukan tidak mungkin dapat menjadi penopang kedaulatan Indonesia dari bawah sehingga bisa menjadi kekuatan ekonomi baru bagi negara.
*
Ada pesan anonim di media sosial yang menceritakan tentang kekuatan negeri kita. Pesan tersebut berasal dari negeri lain. Tentang kebenarannya, sepertinya begitu. Ringkasnya, pesan tersebut mengatakan bahwa seandainya pun negeri Indonesia akan mengembargo diri dari dunia maka hal itu tidak akan menggoyahkan negeri ini. Karena semua yang rakyat butuhkan sudah tersedia di dalam. Mulai dari hasil bumi sampai hasil laut. Jadi, negerimu tidak perlu mendatangkan kebutuhan apapun dari luar. "Justru kami yang kelabakan dan ketakutan jika negerimu mengembargo diri," begitu bunyi pesan bergaya dialog antara dua orang itu, meyakinkan.
*
Lalu, dari mana kekuatan itu akan muncul? Dari desa. Terakhir, sebelum menutup tulisan ini ada satu fenomena unik di negeri ini. Kantor Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal dan Terluar (Kemen DTT) berada di pusat kota. Unik, kan?